Kamis, 30 Juli 2015

Memperkenalkan Budi Pekerti Pada Siswa SMP /SMA di Era TIK



Sambil menunduk dan jari jemari aktif  beberapa siswa ABG yang duduk dibangku SMP  ini asyik dengan gadgetnya, nyaris cuek dengan keadaan sekitarnya”. Itulah gambaran para siswa yang lahir sudah langsung melek teknologi informasi dan komunikasi (TIK)  sekaligus memanfaatkan perangkat gadget sebagai mainan, alat komunikasinya dan sahabat karibnya.


Mereka adalah kelompok remaja yang gaya hidupnya dekat dengan high tech dan sudah tidak mau lagi dianggap anak kecil  dengan berbagai aturan yang mengekang. Tentu saja menyambut baik pendidikan budi pekerti sebagai sarana pembentukan karakter siswa adalah sebuah keniscayaan yang harus kita laksanakan, namun kondisi saat ini pendidikan budi pekerti yang digagas oleh Kemendikbud RI  bukan sekedar transfer pengetahuan tentang ilmu budi pekerti mengingat generasi sekarang adalah generasi yang pola perilakunya sedikit banyak terpengaruh oleh perkembangan TIK yang tidak mudah begitu saja menerima “aturan” baru dalam hidupnya.   Oleh karena itu diperlukan beberapa strategi memperkenalkan budi pekerti kepada mereka ,  dapat dilaksanakan seperti berikut ini:

·         Sadari mereka saat ini hidup di jamannya, bukan dijaman para orang tua nya saat remaja,  karena itu perlakuan dan pembiasaan kepada mereka tidak bisa menggunakan pendekatan zaman orang tua /gurunya. Langkah awal dari para orang tua dan guru dalam memperkenalkan nilai nilai luhur dari budi pekerti adalah menarik simpati mereka agar nilai budi pekerti bisa diterima dan menjadi pembiasaan dalam hidupnya.

Kalau nilai budi pekerti sudah menjadi “sohib” mereka biasanya mereka akan dengan mudah menjadikan nilai nilai tersebut menjadi perilaku keseharian. Ambil contoh jika siswa diajak untuk menyisihkan uang receh kembalian dari uang sakunya untuk dana kas kecil kelas yang secara nyata dapat membantu ayah temannya yang sakit akan membuat siswa memiliki kegemaran untuk berderma.

·         Remaja sekarang adalah generasi yang kritis, berani “membantah” dan memiliki bahasanya sendiri dalam membina relasi persahabatan . Mencela dan menganggap bahwa bahasa gaul yang mereka ucapkan adalah tidak pantas dan tidak sopan hanya akan menimbulkan penolakan perlawanan dari mereka sehingga memperlebar gap komunikasi antara generasi orang tua/guru dengan para  siswa SMP tersebut.  Perlunya para orang tua /guru menjadi sahabat siswa akan mempermudah dalam meluruskan bahasa yang tidak pada tempatnya tanpa mendapatkan perlawanan yang berarti dari para siswa ABG itu.

“ Kenapa bentak bentak begitu ngomong baik baik kan lebih indah didengarnya..” teguran ayah kepada ABG nya yang berkata karta keras karena takut ditolak permintaannya oleh sang ayah. Ini merupakan contoh gaya komunikasi yang tidak menggurui sekaligus dapat diterima anak usia  SMP dengan mudah tanpa perlawanan yang berarti.


·         Sahabat mereka di dunia maya lebih banyak dari  teman main dan teman sekolahnya, sehingga tidak jarang gaya hidup dan perilakunya sedikit banyak terpengaruh oleh pergaulan mayanya”. Agar para orang tua dan guru tidak cemas berlebihan akan pengaruh negatip dari pergaulan didunia maya maka setiap orang tua dan guru  yang memiliki anak usia SMP memiliki pengetahuan dan pemahaman yang mendalam tentang pemanfaatan TIK dalam keseharian hidup anak nya. 

Hanya memberikan larangan saja tidak cukup, orang dan guru patut memposisikan diri menjadi bagian dari bagian gaya hidup mereka, diantaranya memberikan empati dan saluran komunikasi bagi para siswa untuk berkonsultasi atau curhat pribadi terhadap permasalahan yang dihadapinya sekaligus menemaninya saat anak dalam kondisi sedih , cemas,  meningkatkan kepedulian serta menghargai keluh kesah mereka adalah cara efektif merangkul mereka dengan kecuekannya terhadap perlakuan orang dewasa di sekelilingnya.   Dengan demikian anak merasa orang tua dan guru memperhatikan serta mengerti akan ekesistensi dirinya.

“ Lain kali  kamu curhat sama ibu dulu akan  kan lebih baik dan tidak sampai diketahui banyak orang begitu , karena kamu menulis di jejaring sosialmu”. Kata seorang wali kelas menegur siswanya yang menulis kekesalan hatinya tentang perilaku guru mapel yang tidak menyenangkan.


·         Mereka adalah generasi yang sulit berhemat, gemar berbelanja dan cenderung ikut ikutan trend”. Memaksa mereka hidup prihatin dengan segala aturan tentang kiat mengencangkan ikat pinggang tentu akan sulit diterimanya. Bahkan mereka adalah generasi yang memaksa orang tuanya untuk berbelanja berbagai macam produk keinginannya tanpa melihat manfaat yang sesungguhnya dari produk yang dibelinya.

Oleh karena itu, sosialiasi tentang manfaat hidup hemat dan kegemaran menabung harus terus digalak kan dikalangan siswa. Pembiasaan di sekolah gemar menabung melalui bank siswa dapat mengasah kecerdasan financialnya sekaligus dapat menyadarkan mereka tentang arti tabungan bagi  masa depannya.  Contoh perilaku hidup hemat dan manfaat menabung dari  para orang tua akan memperkuat kebiasaan anak dalam membangun karakter hidup hemat.

“Berkat tabungan ini kita akhirnya dapat membayar uang muka rumah baru nak..” Kata seorang ayah yang tersenyum lega saat berhasil melunasi  uang muka cicilan rumah kepada anaknya.

 
Pendidikan Budi Pekerti bukan segudang teori tentang perilaku baik namun keteladan, pembiasaan dan komunikasi persuasif adalah kunci utama keberhasilan, menghadapi genarasi yang terlanjur hidup dengan atmosfir  TIK  ini..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar