“Sambil menunduk dan jari jemari aktif
beberapa siswa ABG yang duduk dibangku SMP ini asyik dengan gadgetnya, nyaris cuek
dengan keadaan sekitarnya”. Itulah gambaran para siswa yang lahir sudah
langsung melek teknologi informasi dan komunikasi (TIK) sekaligus memanfaatkan perangkat gadget sebagai mainan, alat
komunikasinya dan sahabat karibnya.
Mereka
adalah kelompok remaja yang gaya hidupnya dekat dengan high tech dan sudah tidak mau lagi dianggap anak kecil dengan berbagai aturan yang mengekang. Tentu
saja menyambut baik pendidikan budi pekerti sebagai sarana pembentukan karakter
siswa adalah sebuah keniscayaan yang harus kita laksanakan, namun kondisi saat
ini pendidikan budi pekerti yang digagas oleh Kemendikbud RI bukan sekedar transfer pengetahuan tentang
ilmu budi pekerti mengingat generasi sekarang adalah generasi yang pola
perilakunya sedikit banyak terpengaruh oleh perkembangan TIK yang tidak mudah
begitu saja menerima “aturan” baru dalam hidupnya. Oleh karena itu diperlukan beberapa strategi
memperkenalkan budi pekerti kepada mereka ,
dapat dilaksanakan seperti berikut ini:
·
Sadari mereka saat ini hidup di jamannya, bukan dijaman para orang tua nya
saat remaja, karena itu perlakuan dan pembiasaan kepada
mereka tidak bisa menggunakan pendekatan zaman orang tua /gurunya. Langkah awal
dari para orang tua dan guru dalam memperkenalkan nilai nilai luhur dari budi
pekerti adalah menarik simpati mereka agar nilai budi pekerti bisa diterima dan
menjadi pembiasaan dalam hidupnya.
Kalau nilai budi pekerti sudah menjadi “sohib” mereka
biasanya mereka akan dengan mudah menjadikan nilai nilai tersebut menjadi
perilaku keseharian. Ambil contoh jika siswa diajak untuk menyisihkan uang
receh kembalian dari uang sakunya untuk dana kas kecil kelas yang secara nyata
dapat membantu ayah temannya yang sakit akan membuat siswa memiliki kegemaran
untuk berderma.
·
Remaja sekarang adalah generasi yang kritis, berani “membantah” dan
memiliki bahasanya sendiri dalam membina relasi persahabatan . Mencela dan menganggap bahwa bahasa
gaul yang mereka ucapkan adalah tidak pantas dan tidak sopan hanya akan
menimbulkan penolakan perlawanan dari mereka sehingga memperlebar gap
komunikasi antara generasi orang tua/guru dengan para siswa SMP tersebut. Perlunya para orang tua /guru menjadi sahabat
siswa akan mempermudah dalam meluruskan bahasa yang tidak pada tempatnya tanpa
mendapatkan perlawanan yang berarti dari para siswa ABG itu.
“ Kenapa
bentak bentak begitu ngomong baik baik kan lebih indah didengarnya..” teguran ayah kepada ABG nya yang
berkata karta keras karena takut ditolak permintaannya oleh sang ayah. Ini
merupakan contoh gaya komunikasi yang tidak menggurui sekaligus dapat diterima
anak usia SMP dengan mudah tanpa
perlawanan yang berarti.
·
Sahabat mereka di dunia maya lebih banyak dari teman main dan teman sekolahnya, sehingga tidak jarang gaya hidup
dan perilakunya sedikit banyak terpengaruh oleh pergaulan mayanya”. Agar para
orang tua dan guru tidak cemas berlebihan akan pengaruh negatip dari pergaulan
didunia maya maka setiap orang tua dan guru
yang memiliki anak usia SMP memiliki pengetahuan dan pemahaman yang
mendalam tentang pemanfaatan TIK dalam keseharian hidup anak nya.
Hanya memberikan larangan saja tidak cukup, orang dan
guru patut memposisikan diri menjadi bagian dari bagian gaya hidup mereka,
diantaranya memberikan empati dan saluran komunikasi bagi para siswa untuk
berkonsultasi atau curhat pribadi terhadap permasalahan yang dihadapinya
sekaligus menemaninya saat anak dalam kondisi sedih , cemas, meningkatkan kepedulian serta menghargai
keluh kesah mereka adalah cara efektif merangkul mereka dengan kecuekannya
terhadap perlakuan orang dewasa di sekelilingnya. Dengan demikian anak merasa orang tua dan
guru memperhatikan serta mengerti akan ekesistensi dirinya.
“ Lain
kali kamu curhat sama ibu dulu akan kan lebih baik dan tidak sampai diketahui
banyak orang begitu , karena kamu menulis di jejaring sosialmu”. Kata seorang wali kelas menegur
siswanya yang menulis kekesalan hatinya tentang perilaku guru mapel yang tidak
menyenangkan.
·
“Mereka adalah generasi yang sulit berhemat,
gemar berbelanja dan cenderung ikut ikutan trend”. Memaksa mereka hidup
prihatin dengan segala aturan tentang kiat mengencangkan ikat pinggang tentu
akan sulit diterimanya. Bahkan mereka adalah generasi yang memaksa orang tuanya
untuk berbelanja berbagai macam produk keinginannya tanpa melihat manfaat yang
sesungguhnya dari produk yang dibelinya.
Oleh karena itu, sosialiasi tentang manfaat hidup
hemat dan kegemaran menabung harus terus digalak kan dikalangan siswa. Pembiasaan
di sekolah gemar menabung melalui bank siswa dapat mengasah kecerdasan
financialnya sekaligus dapat menyadarkan mereka tentang arti tabungan bagi masa depannya. Contoh perilaku hidup hemat dan manfaat
menabung dari para orang tua akan
memperkuat kebiasaan anak dalam membangun karakter hidup hemat.
“Berkat
tabungan ini kita akhirnya dapat membayar uang muka rumah baru nak..” Kata seorang ayah yang tersenyum
lega saat berhasil melunasi uang muka
cicilan rumah kepada anaknya.
Pendidikan Budi Pekerti bukan
segudang teori tentang perilaku baik namun keteladan, pembiasaan dan komunikasi
persuasif adalah kunci utama keberhasilan, menghadapi genarasi yang terlanjur
hidup dengan atmosfir TIK ini..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar